EKSISTENSI “AUTHENTIC
ASESSMENT“ DALAM
KURIKULUM 2013 TINGKAT
MI/SD
Suhelayanti, M.Pd.I*
ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji mengenai
keberadaan atau eksistensi authentic assessment atau penilaian otentik dalam
kurikulum 2013 yang sedang hangat di perbincangkan apalagi mengenai penghapusan
ujian nasional tingkat SD/MI. Padahal penilaian ini telah di temukan dari tahun
1990 oleh Wiggins Grant, Indonesia telah
mulai mengadopsinya pada tahun 2013 melalui kurikulum 2013. Penilaian
otentik di Indonesia menjadi hal yang baru yang mampu menggeser penilaian kelas
yang selama ini telah di terapkan dalam kurikulum
KBK dan KTSP pada setiap jenjang pendidikan. Focus authentic assessment pada
tingkat SD/MI dikarenakan psikologi siswa pada usia tingkat SD/MI dalam tahap
operasional konkrit dimana siswa belum mampu menangkap informasi secara abstrak
yang berdampak pada materi, strategi pembelajaran dan penilaian. Selama ini
penilaian kurang menjadi prioritas padahal dengan penilaianlah guru dapat
mengetahui tercapai tidaknya tujuan yang diinginkan. Authentic assessment
merupakan penilaian komperhensif yang mampu menjaring ketiga ranah yakni
kognitif, afektif dan psikomor. Authentic
assessment kedepan menjadi hot issue di kalangan praktisi pendidikan, pengamat
pendidikan bahkan pengambil kebijakan pendidikan. Ini disebabkan lemahnya
pengetahuan guru mengenai konsep penilaian otentik apalagi skill dalam
mengimplementasikan authentic assessment. Diharapkan dengan penulisan ini dapat
menjadi informasi awal bagi para guru, praktisi pendidikan dan stakeholder
mengenai authentic assessment maka penulis merasa perlu untuk mengangkat topic
ini.
Keywords: Authentic Assement, Kurikulum 2013.
Pendahulun
Dunia pendidikan Indonesia saat ini tengah di
hebohkan informasi regulasi kurikulum 2013 baik di tingkat praktisi pendidikan,
pengamat pendidikan hingga stakeholder. Isu yang berkembang berbagai
respon ditanggapi stakeholder baik pro dan kontra terlepas dari itu
pemerintah sedang melakukan sosialisasi secara top dwon dengan berbagai
program di bangun dan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.
Pemerintah mencanangkan kurikulum 2013 akan mulai di berlakukan sepenuhnya pada
tahun 2014.[1]
Kurikulum yang merupakan rute peserta didik yang
harus di tempuh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Salah satu hal
sangat urgen dalam komponen kurikum ialah evaluasi. Pengukuran, penilaian
hingga evaluasi merupakan alat ukur untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
pendidikan baik
dilevel peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan hingga pada regulasi
kurikulum. Berimbas pada pengambilan kebijakan pendidikan yang merumuskan
regulasi. Dalam hal ini yang sangat menjadi sorotan ialah evaluasi peserta
didik dimana setiap menjelang pergantian tahun akademik hot pembicaraan
kelulusan nasional baik di mulai dari SD/MI hingga SMA/MA.
Berubahnya kurikulum tentu berdampak pada perubahan
beberapa sub-sub system pendidikan dari jenjang-jenjang pendidikan yang ada. Salah
satunya penghapusan ujian nasional di tingkat SD/MI.[2]Memang
seharusnya SD/MI tidak adanya ujian nasional mengingat wajib belajar 9 tahun.[3]tentunya
jika ujian nasional di hapuskan maka perlu ada pengganti ujian nasional untuk
mengevaluasi agar bisa mengetahui tercapai tidaknya tujuan pendidikan di
tingkat SD/MI.
Seyogyanya sebuah penilaian tidak bisa diukur hanya
berbasis pada secarik kertas dan pinsil/pulpen saja dikarenakan hanya mampu
mengakses ranah kognitif saja tidak mampu mengakses kemampuan siswa ranah
afeksi dan psikomotor. Disamping itu yang menjadi panglima sebagai acuan
tingkat keberhasilan siswa hanyalah nilai akademik saja padahal nilai akademik
kurang mewakili skill, sikap siswa dan religiusitas siswa. Konon dalam
kurikulum 2013 tersirat dan digeming-gemingkan unsur pendidikan
berkarakter.
Seyogyanya sebuah penilaian mampu mengidentifikasi atau
mendiagnostikkan kesulitan belajar siswa dalam 3 ranah yang di ungkapkan oleh
Benjamin. S.
Bloom ranah kognisi, afeksi dan psikomotor dan mampu menelusuri 8 Multiple
intelegensi peserta didik.[4] Karena
dengan diaknostik komperhensif psikologi belajar siswa, guru dapat melakukan
pendekatan pembelajaran yang tepat guna tercapai tujuan. Seperti yang
diungkapkan oleh Wiggins Grant yang mengusung pertama kalinya authentic
asessment“Assessment
is authentic when we directly examine student performance on worthy
intellectual tasks[5],Authentic
asessment merupakan suatu bentuk penilaian dimana siswa diminta
untuk melakukan tugas –tugas dunia nyata yang menunjukkan aplikasi yang
bermakna dari pengetahuan penting dan keterampilan. Dalam
penilaian tentunya tidak terlepas dari
tugas yang diberikan adapun yang menjadi tugas otentik adalah sebuah tugas yang
diberikan kepada siswa yang dirancang untuk menilai kemampuan siswa untuk
menerapkan standar berbasis pengetahuan dan keterampilan untuk tantangan dunia
nyata.[6]Oleh
karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai “Eksistensi Authentic
asessment dalam Kurikulum 2013 Tingkat SD/MI “
Authentic Asessment
Authentic asessment merupakan suatu penilaian yang melibatkan siswa di dalam
tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna.Penilaian itu
terlihat sebagai aktivitas pembelajaran yang melibatkan keterampilan berpikir
tinggi serta koordinasi tentang pengetahuan yang luas.[7]Dalam
American library association, authentic asessment adalah proses evaluasi
yang melibatkan berbagai pengukuran kinerja yang mencerminkan belajar siswa,
prestasi, motivasi dan sikap pada kegiatan instructionally yang relevan.[8]Sehingga
dapat disimpulkan bahwa authentic asessment merupakan penilaian berbasis kinerja yang bermakna pada tugas-tugas
otentik yang dinilai secara langsung, dengan melibatkan keterampilan berfikir
tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah didunia nyata yang dapat menunjukkan
belajar, prestasi, motivasi dan sikap siswa.Pengertian otentik sangat luas
namun secara konkritnya authentic asessment bertujuan untuk dapat
mengukur kemampuan siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan
satu bentuk penilaian yang otentik.Kata otentik (authentic) terdapat beberapa sinonim jika melihat beberapa
pengertian diatas yakni nyata, yang valid dan terpercaya (Bonafide).
Psikologi Belajar Anak
tingkat SD
Benyamin
Bloom yang secara garis besar membagi kepada tiga ranah yakni; Pertama, ranah kognitif yang berkenaan
dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan
atau ingatan, pemahaman aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, dua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk
kognitif tingkat tinggi. Kedua, ranah
psikomotor yakni berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak, terdapat enam aspek pada ranah ini yaitu gerakan reflex,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, (d) keharmonisan atau
ketepatan (g) gerakan keterampilan kompleks dan (f) gerakan expresif dan
interpretative. Ketiga, ranah afektif
yakni yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.[9]
Dari
segi perkembangan kognitif siswa SD/MI pada rentang usia 7-12 tahun menurut
Piaget berada pada kondisi transisi tahap perkembangan kognitif operasional
konkrit belum mampu menangkap sesuatu yang abstrak[10]. Dalam tahapan ini meskipun
sudah mampu berpikir secara logis namun masih terkait dengan hal-hal konkrit.
Hal ini memiliki implikasi pada pentingnya menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan apa yang mereka
kenali disekitar mereka.[11]
Terkait dengan perkembangan ranah kognitif usia SD/MI signifikan dengan
pembelajaran yang berdampak pada ranah psikomotor dan afektif.
Relevansi autentik assessment pada psikologi
belajar anak tingkat SD/MI
Psikolog Howard Gardner, banyak siswa sekarang
ini sebenarnya tidak memahami apa yang mereka pelajari. Bagi banyak siswa,
pendidikan menjadi tidak lebih dari latihan dan respon, tidak ada relevansi
bahan siswa untuk siswa belajar. Piaget dan psikolog lainnya percaya bahwa
peserta didik harus aktif untuk terlibat dalam pembelajaran nyata.belajar
menjadi aktif ketika siswa dapat menghubungkan pembelajaran baru dengan
pemahaman siswa sebelumnya.[12]
Kontrukstivis menyatakan konteks yang bermakna yang membawa dunia nyata kedalam
lingkungan kelas belajar adalah kunci untuk mempromosikan belajar.Belajar
merupakan suatu interaksi dengan dunia luar, meneliti ulang dan menafsirkan
ulang informasi baru dan hubungannya dengan dunia nyata.Situasi belajar
tradisional dimana siswa menerima pasif pengetahuan tidak sesuai dengan situasi
belajar dunia nyata.
Maka untuk membuat siswa belajar relevan dengan
pengalaman kehidupan nyata maka lingkungan belajar harus otentik. Belajar
otentik dapat digunakan oleh siswa dari segala usia dan kemampuan. Guru harus
mengidentifikasi masalah atau situasi siswa dan mengembangkan kegiatan di mana
membuat siswa dapat mempengaruhi menyelesaikan masalah. Guru juga harus
mempertimbangkan 'kemampuan siswa, serta tujuan pembelajaran siswa, dan standar
pendidikan ketika mengembangkan pengalaman belajar otentik.[13]Belajar
otentik adalah pendekatan pedagogis yang memungkinkan siswa untuk
mengeksplorasi, berdiskusi dan berarti membentuk konsep dan hubungan dalam
konteks yang melibatkan masalah didunia nyata dan proyek-proyek yang relevan
dengan siswa.Otentik istilah didefinisikan sebagai asli, benar, nyata.jika
belajar adalah otentik maka siswa harus terlibat dalam masalah belajar
asli/nyata yang mendorong kesempatan bagi mereka untuk membuat hubungan
langsung antara materi baru yang sedang dipelajari dengan dan pengetahuan
mereka sebelumnya. Jenis-jenis pengalaman akan meningkatkan motivasi siswa.
Bahkan jika tidak adanya keterlibatan yang berarti menghambat transfer belajar.
Siswa harus mampu menyadari bahwa prestasi siswa meluas hingga keluar kelas. Siswa
membawa pengalaman kelas, pegetahuan, keyakinan dan keingintahuan dan
pembelajaran otentik menyediakan sarana untuk menjembatani elemen –elemen
dengan kelas belajar. Siswa tidak lagi hanya mempelajari fakta-fakta hafalan
dalam situasi abstrak atau buatan tetapi mereka mengalami dan menggunakan
informasi dengan cara yang didasarkan pada realitas. Kekuatan sebenarnya dari
pembelajaran otentik adalah kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa dan
menyentuh intrinsic siswa. Intruksi otentik akan mengambil bentuk yang jauh
berbeda dari pada metode pengajaran tradisional.[14]
Oleh karena itu authentic assessment/ authentic
learning relevan dengan psikologi belajar siswa tingkat SD/MI. Jelas dalam
teori yang telah diungkapkan pembelajaran otentik merupakan pembelajaran yang
secara konkrit nyata tidak bersifat abstrak
yang mampu di tangkap langsung pada pemahaman siswa di usia SD/MI.
Eksistensi Authentik Asesment
dalam kurikulum 2013 tingkat SD/MI
Kurikulum yang tidak terlepas dari beberapa komponen seperti tujuan, materi, strategi dan media serta
evaluasi merupakan seperti rantai yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lain. Tujuan pendidikan seperti yang tertuang dalam satuan pendidikan PP
nomor 17 tahun 2010. Kompetensi Lulusan SD/MI terdiri dari 3 dimensi yakni
sikap, pengetahuan dan keterampilan seperti yang terlihat dalam point II dalam
tabel lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 54 tahun 2013[15].
Standar penilaian pendidikan dalam kurikulum 2013 ditekankan pada authentic
asessment atau penilaian otentik yang terdapat dalam mekanisme dan
prosedur penilaian pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan[16]
yang menjadi acuan pendidikan mulai tahun 2013 hingga waktu yang belum
ditentukan atas kurikulum 2013, mengingat roda perputaran pergantian kurikulum
di Indonesia yang semakin cepat. Adapun standar penilaian peraturan menteri pendidikan nasional nomor 19 tahun 2007
tentang standar pengelolaan pendidikan dan peraturan menteri pendidikan
nasional nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan tertuang
penekanan pada penilaian kelas dimana authentic asessment tidak di
tekankan yang dominan berbasis kepada penilaian akhir saja. Adapun yang
dimaksud dengan penilaian otentik dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2013 Tentang Standar Penilaian
Pendidikan, Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan
secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan
keluaran (output) pembelajaran. Dari devinisi peniliaan otentik jelas terlihat
akan grafik kemampuan siswa dan mampu mendiaknostik kesulitan belajar siswa
serta perbaikan strategi pembelajaran hingga menghasilkan out put yang
berkualitas.
Sangat relevan dengan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2013 Tentang Standar Isi
Tingkat Dasar dan Menangah. Dalam
kurikulum 2013 sikap merupakan urutan pertama dari tuntutan 3 kompetensi dan kompetensi keterampilan berada di urutan
ketiga[17]
sedangkan pengetauan berada ditingkat urutan dua. Maka seperti yang telah
dikemukakan di muka kompetensi lulusan mewakili 3 ranah psikologi pembelajaran
siswa dan tentunya tidak mampu bisa diukur tingkat tercapainya tujuan hanya
dengan penilaian klasik saja berbasis pada kertas dan pencil/pulpen. Sebagai
contoh salah satu mata pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti tidak bisa
diukur dengan kertas, ini dikarenakan religiusitas siswa, sikap dan
keterampilan apa yang telah didapat dalam materi mata pelajaran tidak mampu
terdeteksi dengan tepat sasaran. Dengan authentic asessment mampu
mendeteksi dan mendiagnostik kelemahan siswa, akan tepat sasaran dalam melakukan
pengayaan dan remedial pada siswa, disamping itu penilaian otentik juga mampu
mengetahui jenis -jenis kecerdasan yang dimiliki siswa seperti terlihat pada
gambar di bawah ini :
Terlepas dari hal tersebut diatas penilaian tradisional juga
memegang peranan penting untuk mengetahui kemampuan siswa.Terkait dengan teknik
penialian yang otentik patut mengapresiasi pemerintah telah berani mengusung
konsep penilaian oetentik karena dalam penerapannya implementasi penilain
otentik bukan hal yang mudah. Pasalnya dapat terjadi kesulitan guru dalam
menentukan criteria pencapaian tujuan yang dikatakan siswa mampu.
Sekilas Perencanaan & Pelaksanaan Authentic Assessment
Dalam hal ini Mueller merangkai empat langkah dalam
pembuatan authentic asessment yakni[18]
seperti yang terlihat pada bagan dibawah ini ;[19]
Bagan I
Alur Authentic
asessment
Terkait bagan diatas merencanakan dan mengidentifikasi
apa yang harus siswa ketahui dan mampu siswa lakukan seperangkat standar, mengembangkan tugas siswa, guru bisa
melakukan yang mengindikasikan bahwa siswa telah mengetahui standar ini[20], guru merancang
atau memilih tugas otentik yang relevan. Untuk menghasilkan kriteria yang
baik agar bertanya bagaimana siswa bisa menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi standar yang telah dirangkai
oleh guru. Guru mengidentifikasi karakteristik kinerja yang baik pada
tugas otentik yang menghasilkan suatu
kriteria. Apakah kinerja yang baik ini dapat
terlihat pada tugas?Ada baiknya guru melihat apakah indikator tersebut
memerlukan urutan (sekuensial) atau tidak.Terdapat beberapa karakteristik suatu kriteria yang baik
yaitu; dinyatakan dengan jelas, pernyataan singkat tentang tingkah laku, dapat diamati dan ditulis
dalam bahasa yang dapat dipahami oleh siswa. Kombinasi kriteria dan tingkat kinerja untuk setiap
kriteria pada rubrik untuk tugas itu (penilaian)[21]; untuk melihat
seberapa baik siswa melakukan tugasnya dan untuk membedakan antara kinerja
siswa dengan seluruh kriteria maka guru membuat rubrik penilaian atau standar
penilaian. Alur langkah-langkah pengembangan scoring
rubriks dapat di lihat[22]
Guru merasa kesulitan dalam menerapkan penialian otentik
namun ada juga guru yang menerapkan penilaian otentik namun guru tersebut tidak
sadar bahwa ia telah mengimplementasikan penilaian otentik. Walaupun demikian
guru merasa kesulitan menentukan criteria penilaian seperti guru SD Negeri
Lempuyangwangi Yogyakarta[23]
ini disebabkan karena tidak ada pelatihan mengenai penilaian otentik hal ini
merupakan hal yang wajar ketika penulis meneliti pada tahun 2012 di Yogyakarta
pemerintah belum mencanangkan penerapan penilaian otentik.
Adapun yang termasuk jenis-jenis authentic asessment
adalah Menurut Hart,D[24] terdapat tiga tipe penilaian otentik yakni penilaian performans (performance
assessment),
penilaian portofolio (portfolio
assessment) dan penilaian diri (self-Assessment) dan Menurut Burhan
Nurgiantoro[25]bahwa
dalam pembelajaran bahasa terdapat jenis-jenis authentic asessment yang
terdiri dari (a) penialaian kinerja, (b) wawancara lisan, (c) pertanyaan
terbuka, (d) menceritakan kembali teks atau cerita, (e) portofolio dan (f)
Proyek ini jelas halnya dengan karakteristik pembelajaran bahasa yang terdiri
dari menyimak, berbicara dan menulis, serta bersastra.
Seperti hal
sebuah ketentuan maka penilaian otentik memiliki prinsip-prinsipnya yakni sebagai
berikut ini:
1. Proses
penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran,
bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from,
instruction)
2. Penilaian
harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan
masalah dunia sekolah (school work-kind of problems).
3. Penilaian
harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4. Penilaian
harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran
(kognitif, afektif, dan sensori-motorik). [26]
Berdasarkan
prinsip tersebut diatas jelas bahwa penilaian otentik mampu mengkonstruk
seluruh ranah penilaian baik itu kognitif, afektif apalagi psikomotor serta
pembelajaran yang penuh dengan kebermaknaan.
Karakteristik Penilaian
Otentik
Dalam hal ini Wiggins
mengidentifikasi enam karakteristik penilaian otentik sebagai berikut ini;
1. Realisme penialaian ini
mencerminkan cara informasi atau keterampilan akan digunakan dalam dunia nyata
2. Pertimbangan dan inovasi penilaian
didasarkan pada pemecahan tidak terstruktur masalah yang bisa memiliki lebih
dari satu hak menjawab dan memerlukan pelajar untuk membuat informasi pilihan.
3. Melakukan penilaian meminta
siswa untuk “melakukan” subjek yaitu untuk pergi melalui prosedur yang khas
dari disiplin yang diteliti.
4. Konteks penilaian ini
dilakukan dalam situasi, mirip dengan konteks dimana keterampilan terkait
mungkin dilakukan
5. Berbagai keterampilan penilaian
ini mengharuskan siswa untuk menunjukkan berbagai keterampilan yang berhubungan dengan kompleks masalah
termasuk beberapa yang melibatkan pendapat
6. Umpan balik dan praktek penilaian
ini memungkinkan untuk umpan balik, praktek dan kedua kemungkinan untuk
memecahkan masalah yang ditangani.[27]
Penutup
Autentic
asessment merupakan keniscayaan karena hanya dengan penilaian otentik ketiga
ranah yakni kognitif dan afektif serta psikomotor dapat teridentifikasi
tidak hanya itu siswa mampu mengasah
kemampuannya dari beberapa kercerdasan yang ia miliki dari 8 kecerdasan
majemuk. Maka layak penilaian otentik eksis
dalam kurikulum 2013 yang baru seumur jagung ini di konsepkan.
Terkait
dengan teknik penialian yang otentik patut mengapresiasi pemerintah telah
berani mengusung konsep penilaian oetentik karena dalam penerapannya penilain
otentik bukan hal yang mudah.Ini disebabkan lemahnya pengetahuan dan
sosialisasi dari pemerintah di harapkan pemerintah gencar merancang buku khusus
penilaian otentik. Karena buku khusus
penilaian otentik di terbitkan di Indonesia sepengetahuan penulis baru 1 saja
yakni buku Burhan Bungin dari UGM khusus pelajaran Bahasa Indonesia. Para
pembaca dapat membaca tesis penulis
sebagaimana terdapat di Program Pasca
Saejana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Haryono, Authentic
Assessment dan Pembelajaran Inovatif dalam
Pengembangan Kemampuan Siswa JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
Burhan Nurgiantoro, Penilaian
Otentik Dalam Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2011),
Clif Mims (MERIDIAN), Authentic Learning: A Practical
instruction & Guide for Implementation http://www.ncsu.edu/meridian/win2003/authentic_learning/ diakses 30 Maret 2012.
Council for Exceptional Children (the Voice and vision of
special education), Authentic Learninghttp://www.cec.sped.org/AM/Template.cfm?Section=Experiential_Learning&Template=/TaggedPage/TaggedPageDisplay.cfm&TPLID=24&ContentID=4697
diakses 8 November 2013.
Gardner,
Howard. Multiple Intelligences
(Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktek). Batam : Interaksara, 2003
Gergana V. Adams The Role Of Authentic Assessment In Online
Literature Courses (Disertasi) Capella University: 2011
Hart, D. Authentic
Assessment: A Handbook for Educators. Menlo Park, CA; Addison-Wesley
Pub.Co. 1994.dalamhttp://www.teachervision.fen.com/assessment/resource/5944.html diakses 1 November 2013
Hergenhahn,
Matthew H. Olson, Theories of Learning, Terj. Tri Wibowo B.S, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group 2010
http://wik.ed.uiuc.edu/index.php/Authentic_Assessmentdiases pada tanggal 07 November 2013
Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics,
2011 http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses pada tanggal 05 November 2013
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar http://dikdas.kemdikbud.go.id/content/product/peraturan_menteri/2.html diakses 19
November 2013
Metrotvnews.com,
“UN SD/MI Resmi dihapus”, dalam http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/14/3/153500/UN-SDMI-Resmi-Dihapus diakses 15
desember 2013
Nana Sudjana, Penilaian
Hasil Proses Belajar Siswa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010) hlm. 22-23.
Nuryani Y Rustaman, “Authentic asessment dan
Penerapannya dalam Pendidikan SAINS,” FPMIPA & Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia yang
relevan dengan bagan ditawarkan oleh Mueller dalam http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses pada tanggal 05 November 2013
PeraturanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun
2013 Tentang StandarKompetensiLulusanPendidikanDasar dan Menengah
PeraturanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun
2013 Tentang Standar Isi PendidikanDasar
dan Menengah
PeraturanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun
2013 Tentang StandarPenilaian PendidikanDasar dan Menengah
Suhelayanti, (Thesis) Kemampuan Guru dalam Mendesain dan
Mengimplementasikan Authentic asessment pada (SD Muhammadiyah Condong
Catur dan SD Lempuyangwangi Yogyakarta), Yogyakarta: UIN Sunankalijaga
Yogyakarta, 2012
Tempo.co,
“Kurikulum 2013 Berlaku Penuh Tahun Depan” , di akses 02 November 2013
Trianto, Desaian
Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA dan Anak Kelas Awal
SD/MI Jakarta:Kencana, 2011
Wiggins, Grant, The Case For Authentic Assessment. Eric
Digest. American Institutes for Research Washington DC: ERIC Clearinghouse
on Tests Measurement and Evaluation Washington DC., 1990 ERIC Identifier:
ED328611
Yovi Bathesta dan Lussy Dwiutami Wahyuni, “Rubrik: Asesmen
Alternatif Untuk Menilai Peserta Didik Secara Realtime dan Komprehensif”, dalam http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032NURYANI_RUSTAMAN/PENILAIAN_OTENTIK_Sgr'06.pdf
diakses tanggal 17 November 2013
*Dosen Prodi PGMI pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa.
[1] Tempo.co,
“Kurikulum 2013 Berlaku Penuh Tahun Depan” , di akses 02 November 2013 ("Sudah siap dan tahun depan hampir
semuanya bisa melaksanakan Kurikulum 2013," ujar Wakil Menteri Pendidikan
Musliar Kasim kepada Tempo)
[2]Metrotvnews.com,“UNSD/MI
Resmi dihapus”, dalam http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/14/3/153500/UN-SDMI-Resmi-Dihapus diakses 15
desember 2013 (Salah satu bunyi Pasal 67 ayat (1a) menyebutkan bahwa Ujian
Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana
dimaksud, dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat")
[4] Gardner,
Howard. Multiple Intelligences
(Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktek). Batam : Interaksara, 2003
[5] Wiggins, Grant, The Case For Authentic Assessment. Eric
Digest. American Institutes for Research Washington DC: ERIC Clearinghouse
on Tests Measurement and Evaluation Washington DC., 1990 ERIC Identifier: ED328611
[6] Suhelayanti, (Thesis) Kemampuan Guru dalam Mendesain dan
Mengimplementasikan Authentic asessment pada (SD Muhammadiyah Condong
Catur dan SD Lempuyangwangi Yogyakarta), Yogyakarta: UIN Sunankalijaga
Yogyakarta, 2012, hal. 39-40 lihat juga Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics, 2011 dalam
http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm
[7]Hart, D. Authentic
Assessment: A Handbook for Educators. Menlo Park, CA; Addison-Wesley
Pub.Co. 1994. dalamhttp://www.teachervision.fen.com/assessment/resource/5944.html diakses 1 November 2013
[9] Nana Sudjana, Penilaian
Hasil Proses Belajar Siswa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010) hal.
22-23.
[10] Hergenhahn,
Matthew H. Olson, Theories of Learning, Terj. Tri Wibowo B.S, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group 2010 hal. 318
[11] Trianto, Desaian
Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA dan Anak Kelas Awal
SD/MI (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 16
[12] Clif Mims (MERIDIAN), “Authentic Learning: A Practical
instruction & Guide for Implementation” dalam http://www.ncsu.edu/meridian/win2003/authentic_learning/ diakses 10 November 2013
[13]Council for Exceptional Children (the Voice and vision of
special education), Authentic Learninghttp://www.cec.sped.org/AM/Template.cfm?Section=Experiential_Learning&Template=/TaggedPage/TaggedPageDisplay.cfm&TPLID=24&ContentID=4697
diakses 8 November 2013.
[14] Clif Mims
(MERIDIAN), Authentic Learning: A Practical instruction & Guide for
Implementation http://www.ncsu.edu/meridian/win2003/authentic_learning/ diakses 30 Maret 2012.
[15] Lihat di http://dikdas.kemdikbud.go.id/content/product/peraturan_menteri/2.html diakses 19 November 2013
[16]PP
Nomor 66 tahun 2013 http://dikdas.kemdikbud.go.id/content/product/peraturanmenteri/2.html
diakses 19 November 2013.
[17]Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2013 Tentang Standar Kelulusan Tingkat Dasar
dan Menengah
[18]
Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics, 2011 http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm
diakses pada tanggal 05 November 2013
[19]
Diadobsi dari Makalah Nuryani Y
Rustaman, “Authentic asessment dan Penerapannya dalam Pendidikan SAINS,”
FPMIPA & Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang relevan dengan bagan ditawarkan oleh
Mueller dalam http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses
pada tanggal 05 November 2013
[20]
Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics, 2011 http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm
diakses pada tanggal 05 Januari 2012.
[21]Yovi Bathesta dan Lussy Dwiutami Wahyuni, “Rubrik:
Asesmen Alternatif Untuk Menilai PesertaDidik Secara Realtime dan Komprehensif”, dalam http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032NURYANI_RUSTAMAN/PENILAIAN_OTENTIK_Sgr'06.pdf diakses
tanggal 17 November 2013
[22]Ibid.,
[23]Suhelayanti,
(Thesis) Kemampuan Guru dalam Mendesain dan Mengimplementasikan Authentic…, hal.164-165
[24] Hart, D. Authentic Assessment: A Handbook for Educators.
Menlo Park, CA; Addison-Wesley Pub. Co. 1994. dalam http://www.teachervision.fen.com/assessment/resource/5944.html diakses 1 Februari
2012.
[25]Burhan
Nurgiantoro, Penilaian Otentik Dalam
Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011),hal.
34.
[26] Agung Haryono, Authentic
Assessment dan Pembelajaran Inovatif
dalam Pengembangan Kemampuan Siswa JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
[27] Gergana V. Adams The
Role Of Authentic Assessment In Online Literature Courses
(Disertasi) Capella University: 2011
hlm. 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar