Minggu, 27 April 2014

Eksistenti Penilaian Otentik (Authentic Asessment) dalam Kurikulum 2013 tingkat SD/MI



EKSISTENSI “AUTHENTIC ASESSMENT“ DALAM
KURIKULUM 2013 TINGKAT MI/SD
Suhelayanti, M.Pd.I*

ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji mengenai keberadaan atau eksistensi authentic assessment atau penilaian otentik dalam kurikulum 2013 yang sedang hangat di perbincangkan apalagi mengenai penghapusan ujian nasional tingkat SD/MI. Padahal penilaian ini telah di temukan dari tahun 1990 oleh Wiggins Grant, Indonesia telah  mulai mengadopsinya pada tahun 2013 melalui kurikulum 2013. Penilaian otentik di Indonesia menjadi hal yang baru yang mampu menggeser penilaian kelas yang selama ini telah di terapkan  dalam kurikulum KBK dan KTSP pada setiap jenjang pendidikan. Focus authentic assessment pada tingkat SD/MI dikarenakan psikologi siswa pada usia tingkat SD/MI dalam tahap operasional konkrit dimana siswa belum mampu menangkap informasi secara abstrak yang berdampak pada materi, strategi pembelajaran dan penilaian. Selama ini penilaian kurang menjadi prioritas padahal dengan penilaianlah guru dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan yang diinginkan. Authentic assessment merupakan penilaian komperhensif yang mampu menjaring ketiga ranah yakni kognitif, afektif dan psikomor.  Authentic assessment kedepan menjadi hot issue di kalangan praktisi pendidikan, pengamat pendidikan bahkan pengambil kebijakan pendidikan. Ini disebabkan lemahnya pengetahuan guru mengenai konsep penilaian otentik apalagi skill dalam mengimplementasikan authentic assessment. Diharapkan dengan penulisan ini dapat menjadi informasi awal bagi para guru, praktisi pendidikan dan stakeholder mengenai authentic assessment maka penulis merasa perlu untuk mengangkat topic ini.
Keywords: Authentic Assement, Kurikulum 2013.
Pendahulun
            Dunia pendidikan Indonesia saat ini tengah di hebohkan informasi regulasi kurikulum 2013 baik di tingkat praktisi pendidikan, pengamat pendidikan hingga stakeholder. Isu yang berkembang berbagai respon ditanggapi stakeholder baik pro dan kontra terlepas dari itu pemerintah sedang melakukan sosialisasi secara top dwon dengan berbagai program di bangun dan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Pemerintah mencanangkan kurikulum 2013 akan mulai di berlakukan sepenuhnya pada tahun 2014.[1]
            Kurikulum yang merupakan rute peserta didik yang harus di tempuh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Salah satu hal sangat urgen dalam komponen kurikum ialah evaluasi. Pengukuran, penilaian hingga evaluasi merupakan alat ukur untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pendidikan baik dilevel peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan hingga pada regulasi kurikulum. Berimbas pada pengambilan kebijakan pendidikan yang merumuskan regulasi. Dalam hal ini yang sangat menjadi sorotan ialah evaluasi peserta didik dimana setiap menjelang pergantian tahun akademik hot pembicaraan kelulusan nasional baik di mulai dari SD/MI hingga SMA/MA.
            Berubahnya kurikulum tentu berdampak pada perubahan beberapa sub-sub system pendidikan dari jenjang-jenjang pendidikan yang ada. Salah satunya penghapusan ujian nasional di tingkat SD/MI.[2]Memang seharusnya SD/MI tidak adanya ujian nasional mengingat wajib belajar 9 tahun.[3]tentunya jika ujian nasional di hapuskan maka perlu ada pengganti ujian nasional untuk mengevaluasi agar bisa mengetahui tercapai tidaknya tujuan pendidikan di tingkat SD/MI.
            Seyogyanya sebuah penilaian tidak bisa diukur hanya berbasis pada secarik kertas dan pinsil/pulpen saja dikarenakan hanya mampu mengakses ranah kognitif saja tidak mampu mengakses kemampuan siswa ranah afeksi dan psikomotor. Disamping itu yang menjadi panglima sebagai acuan tingkat keberhasilan siswa hanyalah nilai akademik saja padahal nilai akademik kurang mewakili skill, sikap siswa dan religiusitas siswa. Konon dalam kurikulum 2013 tersirat dan digeming-gemingkan unsur pendidikan berkarakter.
            Seyogyanya sebuah penilaian mampu mengidentifikasi atau mendiagnostikkan kesulitan belajar siswa dalam 3 ranah yang di ungkapkan oleh Benjamin. S. Bloom ranah kognisi, afeksi dan psikomotor dan mampu menelusuri 8 Multiple intelegensi peserta didik.[4] Karena dengan diaknostik komperhensif psikologi belajar siswa, guru dapat melakukan pendekatan pembelajaran yang tepat guna tercapai tujuan. Seperti yang diungkapkan oleh Wiggins Grant yang mengusung pertama kalinya authentic asessmentAssessment is authentic when we directly examine student performance on worthy intellectual tasks[5],Authentic asessment merupakan suatu bentuk penilaian dimana siswa diminta untuk melakukan tugas –tugas dunia nyata yang menunjukkan aplikasi yang bermakna dari pengetahuan penting dan keterampilan. Dalam penilaian  tentunya tidak terlepas dari tugas yang diberikan adapun yang menjadi tugas otentik adalah sebuah tugas yang diberikan kepada siswa yang dirancang untuk menilai kemampuan siswa untuk menerapkan standar berbasis pengetahuan dan keterampilan untuk tantangan dunia nyata.[6]Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai “Eksistensi Authentic asessment dalam Kurikulum 2013 Tingkat SD/MI “
Authentic Asessment
            Authentic asessment merupakan suatu penilaian yang melibatkan siswa di dalam tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna.Penilaian itu terlihat sebagai aktivitas pembelajaran yang melibatkan keterampilan berpikir tinggi serta koordinasi tentang pengetahuan yang luas.[7]Dalam American library association, authentic asessment adalah proses evaluasi yang melibatkan berbagai pengukuran kinerja yang mencerminkan belajar siswa, prestasi, motivasi dan sikap pada kegiatan instructionally yang relevan.[8]Sehingga dapat disimpulkan bahwa authentic asessment merupakan penilaian berbasis kinerja yang bermakna pada tugas-tugas otentik yang dinilai secara langsung, dengan melibatkan keterampilan berfikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah didunia nyata yang dapat menunjukkan belajar, prestasi, motivasi dan sikap siswa.Pengertian otentik sangat luas namun secara konkritnya authentic asessment bertujuan untuk dapat mengukur kemampuan siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan satu bentuk penilaian yang otentik.Kata otentik (authentic) terdapat beberapa sinonim jika melihat beberapa pengertian diatas yakni nyata, yang valid dan terpercaya (Bonafide).
Psikologi Belajar Anak tingkat SD
            Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi kepada tiga ranah yakni; Pertama, ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, dua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Kedua, ranah psikomotor yakni berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, terdapat enam aspek pada ranah ini yaitu gerakan reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, (d) keharmonisan atau ketepatan (g) gerakan keterampilan kompleks dan (f) gerakan expresif dan interpretative. Ketiga, ranah afektif yakni yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.[9]
            Dari segi perkembangan kognitif siswa SD/MI pada rentang usia 7-12 tahun menurut Piaget berada pada kondisi transisi tahap perkembangan kognitif operasional konkrit belum mampu menangkap sesuatu yang abstrak[10]. Dalam tahapan ini meskipun sudah mampu berpikir secara logis namun masih terkait dengan hal-hal konkrit. Hal ini memiliki implikasi pada pentingnya menghubungkan apa  yang mereka pelajari dengan apa yang mereka kenali disekitar mereka.[11] Terkait dengan perkembangan ranah kognitif usia SD/MI signifikan dengan pembelajaran yang berdampak pada ranah psikomotor dan afektif.
            Relevansi autentik assessment pada psikologi belajar anak tingkat SD/MI
            Psikolog Howard Gardner, banyak siswa sekarang ini sebenarnya tidak memahami apa yang mereka pelajari. Bagi banyak siswa, pendidikan menjadi tidak lebih dari latihan dan respon, tidak ada relevansi bahan siswa untuk siswa belajar. Piaget dan psikolog lainnya percaya bahwa peserta didik harus aktif untuk terlibat dalam pembelajaran nyata.belajar menjadi aktif ketika siswa dapat menghubungkan pembelajaran baru dengan pemahaman siswa sebelumnya.[12] Kontrukstivis menyatakan konteks yang bermakna yang membawa dunia nyata kedalam lingkungan kelas belajar adalah kunci untuk mempromosikan belajar.Belajar merupakan suatu interaksi dengan dunia luar, meneliti ulang dan menafsirkan ulang informasi baru dan hubungannya dengan dunia nyata.Situasi belajar tradisional dimana siswa menerima pasif pengetahuan tidak sesuai dengan situasi belajar dunia nyata.
            Maka untuk membuat siswa belajar relevan dengan pengalaman kehidupan nyata maka lingkungan belajar harus otentik. Belajar otentik dapat digunakan oleh siswa dari segala usia dan kemampuan. Guru harus mengidentifikasi masalah atau situasi siswa dan mengembangkan kegiatan di mana membuat siswa dapat mempengaruhi menyelesaikan masalah. Guru juga harus mempertimbangkan 'kemampuan siswa, serta tujuan pembelajaran siswa, dan standar pendidikan ketika mengembangkan pengalaman belajar otentik.[13]Belajar otentik adalah pendekatan pedagogis yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi, berdiskusi dan berarti membentuk konsep dan hubungan dalam konteks yang melibatkan masalah didunia nyata dan proyek-proyek yang relevan dengan siswa.Otentik istilah didefinisikan sebagai asli, benar, nyata.jika belajar adalah otentik maka siswa harus terlibat dalam masalah belajar asli/nyata yang mendorong kesempatan bagi mereka untuk membuat hubungan langsung antara materi baru yang sedang dipelajari dengan dan pengetahuan mereka sebelumnya. Jenis-jenis pengalaman akan meningkatkan motivasi siswa. Bahkan jika tidak adanya keterlibatan yang berarti menghambat transfer belajar. Siswa harus mampu menyadari bahwa prestasi siswa meluas hingga keluar kelas. Siswa membawa pengalaman kelas, pegetahuan, keyakinan dan keingintahuan dan pembelajaran otentik menyediakan sarana untuk menjembatani elemen –elemen dengan kelas belajar. Siswa tidak lagi hanya mempelajari fakta-fakta hafalan dalam situasi abstrak atau buatan tetapi mereka mengalami dan menggunakan informasi dengan cara yang didasarkan pada realitas. Kekuatan sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa dan menyentuh intrinsic siswa. Intruksi otentik akan mengambil bentuk yang jauh berbeda dari pada metode pengajaran tradisional.[14]
            Oleh karena itu authentic assessment/ authentic learning relevan dengan psikologi belajar siswa tingkat SD/MI. Jelas dalam teori yang telah diungkapkan pembelajaran otentik merupakan pembelajaran yang secara konkrit nyata tidak bersifat abstrak  yang mampu di tangkap langsung pada pemahaman siswa di usia SD/MI.
Eksistensi Authentik Asesment dalam kurikulum 2013 tingkat SD/MI
            Kurikulum yang tidak terlepas dari  beberapa komponen seperti  tujuan, materi, strategi dan media serta evaluasi merupakan seperti rantai yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Tujuan pendidikan seperti yang tertuang dalam satuan pendidikan PP nomor 17 tahun 2010. Kompetensi Lulusan SD/MI terdiri dari 3 dimensi yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan seperti yang terlihat dalam point II dalam tabel lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 54 tahun 2013[15].
            Standar penilaian pendidikan dalam  kurikulum 2013 ditekankan pada authentic asessment atau penilaian otentik yang terdapat dalam mekanisme dan prosedur penilaian pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan[16] yang menjadi acuan pendidikan mulai tahun 2013 hingga waktu yang belum ditentukan atas kurikulum 2013, mengingat roda perputaran pergantian kurikulum di Indonesia yang semakin cepat. Adapun standar penilaian peraturan menteri pendidikan nasional nomor 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan dan peraturan menteri pendidikan nasional nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan tertuang penekanan pada penilaian kelas dimana authentic asessment tidak di tekankan yang dominan berbasis kepada penilaian akhir saja. Adapun yang dimaksud dengan penilaian otentik dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran. Dari devinisi peniliaan otentik jelas terlihat akan grafik kemampuan siswa dan mampu mendiaknostik kesulitan belajar siswa serta perbaikan strategi pembelajaran hingga menghasilkan out put yang berkualitas.
            Sangat relevan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2013 Tentang Standar Isi Tingkat Dasar dan Menangah. Dalam kurikulum 2013 sikap merupakan urutan pertama dari tuntutan 3 kompetensi dan  kompetensi keterampilan berada di urutan ketiga[17] sedangkan pengetauan berada ditingkat urutan dua. Maka seperti yang telah dikemukakan di muka kompetensi lulusan mewakili 3 ranah psikologi pembelajaran siswa dan tentunya tidak mampu bisa diukur tingkat tercapainya tujuan hanya dengan penilaian klasik saja berbasis pada kertas dan pencil/pulpen. Sebagai contoh salah satu mata pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti tidak bisa diukur dengan kertas, ini dikarenakan religiusitas siswa, sikap dan keterampilan apa yang telah didapat dalam materi mata pelajaran tidak mampu terdeteksi dengan tepat sasaran. Dengan authentic asessment mampu mendeteksi dan mendiagnostik kelemahan siswa, akan tepat sasaran dalam melakukan pengayaan dan remedial pada siswa, disamping itu penilaian otentik juga mampu mengetahui jenis -jenis kecerdasan yang dimiliki siswa seperti terlihat pada gambar di bawah ini :





            Terlepas dari hal tersebut diatas penilaian tradisional juga memegang peranan penting untuk mengetahui kemampuan siswa.Terkait dengan teknik penialian yang otentik patut mengapresiasi pemerintah telah berani mengusung konsep penilaian oetentik karena dalam penerapannya implementasi penilain otentik bukan hal yang mudah. Pasalnya dapat terjadi kesulitan guru dalam menentukan criteria pencapaian tujuan yang dikatakan siswa mampu.
Sekilas Perencanaan & Pelaksanaan Authentic Assessment
            Dalam hal ini Mueller merangkai empat langkah dalam pembuatan authentic asessment yakni[18] seperti yang terlihat pada bagan dibawah ini ;[19]
Bagan I
Alur  Authentic asessment
 

           
Terkait bagan diatas merencanakan dan mengidentifikasi apa yang harus siswa ketahui dan mampu siswa lakukan seperangkat standar, mengembangkan tugas siswa, guru bisa melakukan yang mengindikasikan bahwa siswa telah mengetahui standar ini[20], guru merancang atau memilih tugas otentik yang relevan. Untuk menghasilkan kriteria yang baik  agar bertanya bagaimana siswa bisa menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi standar yang telah dirangkai oleh guru. Guru mengidentifikasi karakteristik kinerja yang baik pada tugas otentik  yang menghasilkan suatu kriteria. Apakah kinerja yang baik ini dapat terlihat pada tugas?Ada baiknya guru melihat apakah indikator tersebut memerlukan urutan (sekuensial) atau tidak.Terdapat beberapa karakteristik suatu kriteria yang baik yaitu; dinyatakan dengan jelas, pernyataan singkat tentang tingkah laku, dapat diamati dan ditulis dalam bahasa yang dapat dipahami oleh siswa. Kombinasi kriteria dan tingkat kinerja untuk setiap kriteria pada rubrik untuk tugas itu (penilaian)[21]; untuk melihat seberapa baik siswa melakukan tugasnya dan untuk membedakan antara kinerja siswa dengan seluruh kriteria maka guru membuat rubrik penilaian atau standar penilaian. Alur langkah-langkah pengembangan scoring rubriks dapat di lihat[22]
Guru merasa kesulitan dalam menerapkan penialian otentik namun ada juga guru yang menerapkan penilaian otentik namun guru tersebut tidak sadar bahwa ia telah mengimplementasikan penilaian otentik. Walaupun demikian guru merasa kesulitan menentukan criteria penilaian seperti guru SD Negeri Lempuyangwangi Yogyakarta[23] ini disebabkan karena tidak ada pelatihan mengenai penilaian otentik hal ini merupakan hal yang wajar ketika penulis meneliti pada tahun 2012 di Yogyakarta pemerintah belum mencanangkan penerapan penilaian otentik.

Adapun yang termasuk jenis-jenis authentic asessment adalah Menurut Hart,D[24] terdapat tiga tipe penilaian  otentik yakni penilaian performans (performance assessment), penilaian portofolio (portfolio assessment) dan penilaian diri  (self-Assessment) dan Menurut Burhan Nurgiantoro[25]bahwa dalam pembelajaran bahasa terdapat jenis-jenis authentic asessment yang terdiri dari (a) penialaian kinerja, (b) wawancara lisan, (c) pertanyaan terbuka, (d) menceritakan kembali teks atau cerita, (e) portofolio dan (f) Proyek ini jelas halnya dengan karakteristik pembelajaran bahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara dan menulis, serta bersastra.

Seperti hal sebuah ketentuan maka penilaian otentik memiliki prinsip-prinsipnya yakni sebagai berikut ini: 
1.      Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction)
2.      Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems).
3.      Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4.      Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik). [26]
Berdasarkan prinsip tersebut diatas jelas bahwa penilaian otentik mampu mengkonstruk seluruh ranah penilaian baik itu kognitif, afektif apalagi psikomotor serta pembelajaran yang penuh dengan kebermaknaan.

Karakteristik Penilaian Otentik
Dalam hal ini Wiggins mengidentifikasi enam karakteristik penilaian otentik sebagai berikut ini;
1.      Realisme penialaian ini mencerminkan cara informasi atau keterampilan akan digunakan dalam dunia nyata
2.      Pertimbangan dan inovasi penilaian didasarkan pada pemecahan tidak terstruktur masalah yang bisa memiliki lebih dari satu hak menjawab dan memerlukan pelajar untuk membuat informasi pilihan.
3.      Melakukan penilaian meminta siswa untuk “melakukan” subjek yaitu untuk pergi melalui prosedur yang khas dari disiplin yang diteliti.
4.      Konteks penilaian ini dilakukan dalam situasi, mirip dengan konteks dimana keterampilan terkait mungkin dilakukan
5.      Berbagai keterampilan penilaian ini mengharuskan siswa untuk menunjukkan berbagai keterampilan  yang berhubungan dengan kompleks masalah termasuk beberapa yang melibatkan pendapat
6.      Umpan balik dan praktek penilaian ini memungkinkan untuk umpan balik, praktek dan kedua kemungkinan untuk memecahkan masalah yang ditangani.[27]


Penutup
            Autentic asessment merupakan keniscayaan karena hanya dengan penilaian otentik ketiga ranah yakni kognitif dan afektif serta psikomotor dapat teridentifikasi tidak  hanya itu siswa mampu mengasah kemampuannya dari beberapa kercerdasan yang ia miliki dari 8 kecerdasan majemuk. Maka layak penilaian otentik eksis dalam kurikulum 2013 yang baru seumur jagung ini di konsepkan.
            Terkait dengan teknik penialian yang otentik patut mengapresiasi pemerintah telah berani mengusung konsep penilaian oetentik karena dalam penerapannya penilain otentik bukan hal yang mudah.Ini disebabkan lemahnya pengetahuan dan sosialisasi dari pemerintah di harapkan pemerintah gencar merancang buku khusus penilaian otentik. Karena buku khusus penilaian otentik di terbitkan di Indonesia sepengetahuan penulis baru 1 saja yakni buku Burhan Bungin dari UGM khusus pelajaran Bahasa Indonesia. Para pembaca  dapat membaca tesis penulis sebagaimana terdapat di  Program Pasca Saejana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Agung Haryono,  Authentic Assessment dan Pembelajaran Inovatif  dalam Pengembangan Kemampuan Siswa JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
Burhan Nurgiantoro, Penilaian Otentik Dalam Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011),
Clif Mims (MERIDIAN), Authentic Learning: A Practical instruction & Guide for Implementation http://www.ncsu.edu/meridian/win2003/authentic_learning/ diakses 30 Maret 2012.
Council for Exceptional Children (the Voice and vision of special education), Authentic Learninghttp://www.cec.sped.org/AM/Template.cfm?Section=Experiential_Learning&Template=/TaggedPage/TaggedPageDisplay.cfm&TPLID=24&ContentID=4697 diakses 8 November 2013.
Gardner, Howard.  Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk Teori  dalam Praktek). Batam : Interaksara, 2003
Gergana V. Adams The Role Of Authentic Assessment In Online Literature Courses (Disertasi) Capella University:  2011
Hart, D. Authentic Assessment: A Handbook for Educators. Menlo Park, CA; Addison-Wesley Pub.Co. 1994.dalamhttp://www.teachervision.fen.com/assessment/resource/5944.html diakses 1 November 2013
Hergenhahn, Matthew H. Olson, Theories of Learning, Terj. Tri Wibowo B.S, Jakarta : Kencana Prenada Media Group 2010
http://wik.ed.uiuc.edu/index.php/Authentic_Assessmentdiases pada tanggal 07 November 2013
Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics, 2011  http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses pada tanggal 05 November 2013
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar http://dikdas.kemdikbud.go.id/content/product/peraturan_menteri/2.html diakses 19 November 2013
Metrotvnews.com, “UN SD/MI Resmi dihapus”, dalam http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/14/3/153500/UN-SDMI-Resmi-Dihapus diakses 15 desember 2013
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Siswa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010) hlm. 22-23.
Nuryani Y Rustaman, “Authentic asessment dan Penerapannya dalam Pendidikan SAINS,” FPMIPA & Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia  yang relevan dengan bagan ditawarkan oleh Mueller dalam http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses pada tanggal 05 November 2013
PeraturanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang StandarKompetensiLulusanPendidikanDasar dan Menengah
PeraturanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi PendidikanDasar dan Menengah
PeraturanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 Tentang StandarPenilaian PendidikanDasar dan Menengah
Suhelayanti, (Thesis) Kemampuan Guru dalam Mendesain dan Mengimplementasikan Authentic asessment pada (SD Muhammadiyah Condong Catur dan SD Lempuyangwangi Yogyakarta), Yogyakarta: UIN Sunankalijaga Yogyakarta, 2012
Tempo.co, “Kurikulum 2013 Berlaku Penuh Tahun Depan” , di akses 02 November 2013
Trianto, Desaian Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA dan Anak Kelas Awal SD/MI Jakarta:Kencana, 2011
Wiggins, Grant, The Case For Authentic Assessment. Eric Digest. American Institutes for Research Washington DC: ERIC Clearinghouse on Tests Measurement and Evaluation Washington DC., 1990 ERIC Identifier: ED328611 
Yovi Bathesta dan Lussy Dwiutami Wahyuni, “Rubrik: Asesmen Alternatif Untuk Menilai Peserta Didik Secara Realtime dan Komprehensif”, dalam http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032NURYANI_RUSTAMAN/PENILAIAN_OTENTIK_Sgr'06.pdf diakses tanggal 17 November 2013


*Dosen Prodi  PGMI pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa. 
[1] Tempo.co, “Kurikulum 2013 Berlaku Penuh Tahun Depan” , di akses 02 November 2013  ("Sudah siap dan tahun depan hampir semuanya bisa melaksanakan Kurikulum 2013," ujar Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim kepada Tempo)
[2]Metrotvnews.com,“UNSD/MI Resmi dihapus”, dalam http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/14/3/153500/UN-SDMI-Resmi-Dihapus diakses 15 desember 2013 (Salah satu bunyi Pasal 67 ayat (1a) menyebutkan bahwa Ujian Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud, dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat")
[3]Ibid,
[4] Gardner, Howard.  Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk Teori  dalam Praktek). Batam : Interaksara, 2003
[5] Wiggins, Grant, The Case For Authentic Assessment. Eric Digest. American Institutes for Research Washington DC: ERIC Clearinghouse on Tests Measurement and Evaluation Washington DC., 1990 ERIC Identifier: ED328611 
[6] Suhelayanti, (Thesis) Kemampuan Guru dalam Mendesain dan Mengimplementasikan Authentic asessment pada (SD Muhammadiyah Condong Catur dan SD Lempuyangwangi Yogyakarta), Yogyakarta: UIN Sunankalijaga Yogyakarta, 2012, hal. 39-40 lihat juga Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics, 2011  dalam http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm
[7]Hart, D. Authentic Assessment: A Handbook for Educators. Menlo Park, CA; Addison-Wesley Pub.Co. 1994. dalamhttp://www.teachervision.fen.com/assessment/resource/5944.html diakses 1 November 2013
[8]http://wik.ed.uiuc.edu/index.php/Authentic_Assessment diases pada tanggal 07 November 2013
[9] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Siswa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010) hal. 22-23.
[10] Hergenhahn, Matthew H. Olson, Theories of Learning, Terj. Tri Wibowo B.S, Jakarta : Kencana Prenada Media Group 2010 hal. 318
[11] Trianto, Desaian Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA dan Anak Kelas Awal SD/MI (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 16
[12] Clif Mims (MERIDIAN), “Authentic Learning: A Practical instruction & Guide for Implementation” dalam http://www.ncsu.edu/meridian/win2003/authentic_learning/ diakses 10 November 2013
[13]Council for Exceptional Children (the Voice and vision of special education), Authentic Learninghttp://www.cec.sped.org/AM/Template.cfm?Section=Experiential_Learning&Template=/TaggedPage/TaggedPageDisplay.cfm&TPLID=24&ContentID=4697 diakses 8 November 2013.
[14]  Clif Mims (MERIDIAN), Authentic Learning: A Practical instruction & Guide for Implementation http://www.ncsu.edu/meridian/win2003/authentic_learning/ diakses 30 Maret 2012.
[16]PP Nomor 66 tahun 2013 http://dikdas.kemdikbud.go.id/content/product/peraturanmenteri/2.html diakses 19 November 2013.
[17]Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2013 Tentang Standar Kelulusan Tingkat Dasar dan Menengah
[18] Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics, 2011  http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses pada tanggal 05 November 2013
[19] Diadobsi dari Makalah  Nuryani Y Rustaman, “Authentic asessment dan Penerapannya dalam Pendidikan SAINS,” FPMIPA & Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia  yang relevan dengan bagan ditawarkan oleh Mueller dalam http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses pada tanggal 05 November 2013
[20] Jon Mueller, Authentic Assessment Toolbox, Merlot Classics, 2011  http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/howstep4.htm diakses pada tanggal 05 Januari 2012.
[21]Yovi Bathesta dan Lussy Dwiutami Wahyuni, “Rubrik: Asesmen Alternatif Untuk Menilai PesertaDidik Secara Realtime dan Komprehensif”, dalam http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032NURYANI_RUSTAMAN/PENILAIAN_OTENTIK_Sgr'06.pdf diakses tanggal 17 November 2013
[22]Ibid.,
[23]Suhelayanti, (Thesis) Kemampuan Guru dalam Mendesain dan Mengimplementasikan Authentic…, hal.164-165
[24] Hart, D. Authentic Assessment: A Handbook for Educators. Menlo Park, CA; Addison-Wesley Pub. Co. 1994. dalam http://www.teachervision.fen.com/assessment/resource/5944.html diakses 1 Februari 2012.
[25]Burhan Nurgiantoro, Penilaian Otentik Dalam Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011),hal. 34.
[26] Agung Haryono,  Authentic Assessment dan Pembelajaran Inovatif  dalam Pengembangan Kemampuan Siswa JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009
[27] Gergana V. Adams The Role Of Authentic Assessment In Online Literature Courses (Disertasi) Capella University:  2011 hlm. 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar