Kamis, 06 Januari 2011

Sejarah Kaum KhawariJ


BAB I
PENDAHULUAN

Sejarah peradaban Islam berkembang dengan sangat pesat namun pada perkembangannya banyak pemikiran-pemikiran  yang muncul pada umat Islam pada saat itu sehingga menimbulkan perpecahan antara sesama muslim dan menyebabkan peperangan sesama kaum muslim hingga menelan ribuan korban di medan perang.
Disaat nabi Muhammad Saw telah tiada kepemimpinan di jabat oleh para Khalifau’rasyidin mulai Abu Bakar hingga Ali bin Abi Thalib, era kepemimpinan Ali pertama munculnya perpecahan umat Islam namun benih awal perpecahan sudah mulai muncul pada akhir pemerintahan Usman hingga akhirnya Usman di bunuh.
Pergolakan politik terus berlanjut sampai puncaknya saat perang Siffin berlangsung yang berakhir dengan adanya perdamaian (tahkim) yang menyebabkan golongan Ali keluar dari barisannya dan membuat barisannya sendiri mereka adalah kelompok yang tidak menyetujui adanya tahkim tersebut yang bernama khawarij. Sejarah menceritakan bahwa mereka terdiri dari orang-orang yang sangat keras dan brutal untuk tercapainya tujuan yang di inginkannya dan merubah semua kententuan yang sudah ada.
Bertitik tolak dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk menguak kaum Kawarij secara mendalam yang akan di bahas pada bab II adapun yang akan di bahas yaitu mulai latar belakang munculnya Khawarij, perkembangannya Khawarij, aliran teologi dan politik Khawarij, dokrin yang sangat ekstrim Khawarij, hingga sebab putusnya dan bagaimana pengaruhnya terhadap masa kini.
   



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Latar Belakang Munculnya Kaum Khawarij
Pada taggal 17 Juni 656 M. Usman  Bin Affan terbunuh, sepeninggalnya pada tanggal 23 Juni 656 M Ali Bin Abi Thalib diangkat menjadi Khalifah, selama masa pemerintahannya  ia menghadapi berbagai pergolakan tindakan, masa yang sedikitpun dikatakan tidak stabil, setelah menduduki jabatan Ali memecat para gubernur pada masa Ustman, tidak lama setelah itu Ali menghadapi pemberontakan Thalalah, Zubair dan Aisyah alasannya Ali tidak menghukum pembunuh Ustman[1] berbagai kelompok bermunculan hingga menyebabkan perpecahan dan pertempuran umat Islam pada saat itu salah satu diantaranya ialah perang Jamal yang di menangkan fihak Ali.
Dan pada tahun 37 H/657 M pecahlah perang Siffin semula peperangan ini telah di menangkan oleh Ali[2] namun kelompok Muawiyah mengajak berdamai dengan cara mengikat al-Qur’an pada ujung  tombak tentaranya dengan demikian menuntut agar perselisiahan diselesaikan dengan cara berdamai[3]  yang disebut dengan tahkim (arbitrase) Ali tidak menerima untuk berdamai maka keluarlah sekelompok orang dari pasukannya yang menuntut agar ia menerima tahkim dengan terpaksa ia menerimanya.[4] Ironisnya sekelompok yang mendesak menerima tahkim menolak hasil tahkim tersebut, seusai perang Siffin tersebut Ali bersama pengikutnya pulang ke Irak dan muawiyah bersama pendukungnya kembali ke Syam. Penduduk Syam kembali dengan membawa kesepakatan bersama, lain halnya dengan penduduk Irak kembali ke negerinya dengan membawa perpecahan mereka saling baku hantam ketika Ali sampai ke Khuffah sebanyak 12.000 dari kelompoknya tidak ikut melainkan singgah di sebuah kampung Harura dan keluar dari barisan Ali  mereka membuat barisan sendiri dan mengangkat Abdulah Bin Warb Ar Ra’si sebagai pemimpinnya.[5] Mereka adalah kelompok-kelompok yang terkecoh oleh segala sesuatu yang tampak di depan mata mereka sebagai kebenaran mereka meneriakkan tidak ada hukum kecuali hukum Allah namun dengan kata-kata tersebut kebatilanlah yang di kehendaki.  
Khawarij berasal dari kata Kharja yang berarti keluar yaitu yang keluar dari barisan Ali karena tidak sepaham dengan persengketaannya dengan muawiyah disamping itu terdapat nama lain yang diberikan yaitu Haruriah yang berasal dari kata Harura sebuah desa dekat dengan desa Kufah di Irak didesa ini mereka menyusun kekuatan untuk mengadakan makar terhadap pemerintahan Ali sedangkan menurut kaum khawarij menyebut diri mereka dengan Syurah dari kata Yasyri yang berarti menjual penyebutan nama tersebut didasarkan pada surat al Baqarah ayat 207 [6]  
Kaum khawarij adalah mayoritas suku badui Arab pendukung Ali Bin Abi Thalib yang tidak puas terhadap sikap kepemimpinannya yang menerima tahkim sebagai jalan penyelesaian persengketaan Muawiyah bin Abu sufyan mengenai masalah khalifah, waktu mereka tersita digunakan untuk berjuang mempertahankan hidup dari pada menimba ilmu pengetahuan akibatnya ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur’an dan hadits di fahami secara dangkal dan sempit.[7]
Kelompok Bani Umayah yang terdiri dari penduduk Syam dan wilayah –wilayah Islam yang lain terutama Mesir mereka adalah kelompok yang berpendapat bahwa jabatan khalifah harus berada di tangan kaum Quraisy dan Bani Umayah adalah yang paling berhak untuk jabatan tersebut. Kelompok Ali Bin Abi Thalib mereka adalah penduduk Irak dan sedikit dari kalangan penduduk Mesir kelompok ini berpendapat bahwa jabatan khalifah harus berada ditangan kaum kafir Quraisy hanya saja Ali bersama puteranya yang paling berhak diantara kaum muslimin untuk jabatan tersebut, Kaum khawarij mereka adalah musuh kedua dari  kelompok diatas yang dianggap darahnya halal untuk di bunuh.[8] 
B.     Perkembangan Kaum Khawarij
Pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Pada saat ini awal kaum kawarij muncul karena sebab yang telah dikemukakan di muka, tahun 658 khalifah harus berperang melawan kaum Kawarij di an-Nahrawan Ali mendatangi mereka, mereka melarikan diri ke arah al-Jirs perang pun berlanjut yang melibatkan 65.000 orang menewaskan 30.000 orang khawarij  ini jelas terlihat jumlah kaum Khawarij yang lebih banyak tewas,[9] Muawiyah memanfaatkan momen ini dengan merebut Mesir dan Muawiyah berhasil dengan ini bertambahlah kekuatan muawiyah. Pemberontakan yang hebat dari Thalalah dan Zubair  menyebabkan lemahnya kedudukan Ali, terjadi pula pemberontakan di Basra, Mesir dan Persia terutama kaum Kawarij sangat melemahkan kekuatannya dan terus menerus menyibukkannya, kaum Khawarij merencanakan untuk membunuh Ali, Muawiyah dan Amar.[10] Pada saat Ali memasuki masjid untuk salat bertepatan pada 24 Januari 661 M ia di bunuh oleh Abdurrahman Ibn Muljam yang merupakan salah satu orang Kawarij,[11] maka berakhirlah pemerintahan khalifah Ali Bin Abu Thalib. Wilayah Islam sudah meluas, ketika itu ekspansi kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad merupakan kemenagan menakjubkan yaitu baik ketimur, Persia, maupun ke barat, Mesir.  
    Pada Masa Muawiyah
Kaum kawarij lebih membenci muawiyah dari pada Ali, pemberontakan khawarij sambung menyambung dimasa ini Farwan Ibn Naufal a- Asyja’i yang pertama melakukan pemberontakan[12] ia telah mendurhaka kepada Ali dan al-Hasan bersama kaum kawarij Syahr Zur, kaum kawarij berhasil mengalakan muawiyah namun muawiyah menyeru kepada penduduk Koufah untuk memerangi kaum kawarij hingga kaum kawarij dapat dikalahkan. Kekalahan kedua belah pihak tidak membuat tekad dan semagat kaum kawarij surut untuk mempertahankan keyakinan mereka sebagai pihak yang benar. Pada tahun 53 H Muawiyah menyatukan daerah Kufah kedalam pemerintahan  Yazid, pada masa ini pemberontak banyak yang di penjara dalam keadaan tangan terpotong kondisi ini membuat kaum kawarij menjadi lemah, namun pada tahun 58 H kaum kawarij kembali memberontak tetapi Ziyad berhasil membunuh sebagian besar dari kaum kawarij. Ziyad berhasil  membunuh Urwah marahlah saudaranya Abu Bilal dan kemenangan di tangannya hanya saja kemenangan tersebut tidak berjalan lama karena Yazid berhasil membunuh Abu Billah  dalam peperangan yang sedang terjadi pada tahun 61 H. 
Pada Masa Abdul Malik  
Ketika Ziyad mengambil sikap tegas kepada kaum Khawarij di Irak membuat mereka terpojok, ketika kaum Kawarij mengetahui Abdullah bin Zubair berpihak dengan mereka, kaum ini bersedia berperang dengan penduduk Syam. Ketika kaum kawarij mengetahui Ibnu az Zubair tidak sejalan dengan pendapat mereka maka merekapun meninggalkan Mekkah : Nafi al Azraq, Abdullah bin Asr Shafar, Abdullah bin iyadh dan Hanzhalah bin Bahis mereka menuju ke Basrah. Ketika Nafi al Azrq memasuki Basrah ia dengan sahabatnya kembali membicarakan Jihad. Saat Nafi tiba di al-Ahwaz berkuasa di sana, peperangan orang Amawi dengan kaum Kawarij merupakan perang sangat menentukan hingga pada kekalahan, kekalahan di derita oleh penduduk Bashrah tahun 65H.
 Puncaknya perang kaum kawarij dengan penduduk Basrah di bawah al-Mulahhab bin Abu Shafrah bersama al-Ahnaf kaum kawarij menderita kekalahan dan pemimpin mereka terbunuh sehingga mereka mundur ke Kirman dan Asfahan. Adanya peluang bagi  kaum kawarij untuk bergerak di bawah tanah banyak anak-anak dan wanita yang di bunuh serta memungut pajak. Qathari Bin al- Fujaah ialah pemimpin kawarij pada saat ini peperangan berpuncak diantara mereka selama delapan bulan. Al Hajjaj diangkat menjadi gubernur, ia juga memerangi kaum kawarij dengan meminta bantuan pasukan tentara dari penduduk  Syam sebanyak 6000 pasukan yang di pimpin Abdul Malik, dan membuat kaum kawarij terpaksa harus menyebrang jembatan yang terletak di atas sungai tigris hingga mereka terjatuh di jembatan.
Pada Masa Umar bin Abdul Aziz
Muncul di Iraq seorang kawarij dari Bani Yasykur keluar untuk melakukan pemberontakan tetapi Umar sebagai pecinta persatuan atau perdamaian menghadapi kaum kawarij tidak dengan cara keras tetapi dengan cara dialog ia melakukan hal ini untuk menghilangkan perbedaan antara dua kelompok dengan cara mengungkapkan dalil yang diyakini. Ini semua membuahkan hasil sangat positif sehinga salah seorrang dari utusan kaum kawarij ini bersaksi bahwa umar benar. Seusai itu salah satu  diantarra keduanya kembali kepada Syaudzab dan  para pengikutnya untuk menelaah hasil dialog. [13] Banu Umayyah merasa khawatir bahwa jika umar memecat yazid mereka lalu meracuninya sehingga umar meninggal[14]  pada tanggal 25 Rajab tahun 101 H.

Akhir Pemberontakan Kawarij Daulat Amawiyah Abu Hamzah al-Khariji
Sepeninggalnya Adh Dhahhak kaum Kawarij belum mereda karena muncul lagi pemimpin yang baru Abu Hamzah al-Khariji. Pada tahun 129 H Abu Hamzah keluar menuju Mekkah bersama 700 tentara dari  pihak Abdullah Bin Yahya dan gubernur Mekkah mengajukan perdamaian hingga musim haji selesai, usai musim haji menginstruksikan kepada Abdul Aziz bin Abdullah untuk memerangi Abu Hamzah, fihak Abu hamzah pun mengakat senjata berhasil membunuh sebagian besar dari mereka, Abu Hamzah memasuki Madinah pada bulan Syafar tahun 130 H Abu Hamzah kembali melakukan penyerangan bertempat di Wadi al-Quran sehingga meletusnya perang dalam pertempuran ini Abu Hamzah bersama pasukannya mati terbunuh.
Marwan berhasil mengalahkan Abdullah bin Yahya bersama pengikutnya mati terbunuh pemberontakan yang di pimpin oleh Abu Hamzah adalah pemberontakan terakhir yang di lakukan kaum Kawarij yang selalu berusaha melakukan pemberontakan untuk mengubah sistem pemerintahan namun mereka tidak berhasil.[15]          
C.    Politik Dan Aliran Teologi Khawarij
 Sudut bidik tembakan Khawarij pada mulanya hanya masalah politik hingga berkembang kepada akidah dengan pemikiran revolusioner yang didasarkan pada “Barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan ayat-ayat Allah adalah kafir”. Gagasan  kaum kawarij yang merupakan perpaduan antara pemikiran teologi dan politik hingga berimbas pada doktrin-doktrin di bidang politik dan teologi adapun gagasan dibidang politik yaitu: a. Khalifah atau imam akan sah hanya jika berdasarkan pemilihan secara bebas oleh seluruh umat Islam, jika Khalifah menyimpang ia wajib di jatuhkan dari jabatan bahkan di bunuh, dan menurut  pandangan mereka wanitapun bisa menjadi pemimpin asalkan mampu memimpin roda pemerintahan dan memenuhi kriteria sebagai kepala negara.[16]  b. Khalifah bukan monopoli suku Quraisy dan tidak harus berasal dari keturunan Arab dengan demikian setiap orang berhak menjadi khalifah apabila telah memenuhi syarat,[17] c. Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam.
Berbicara di bidang teologi  sangat mencengangkan pasalnya menurut mereka jika seorang muslim melakukan dosa besar tidak menjalankan ibadah sholat maka ia wajib di bunuh, dan apabila seseorang yang meninggal dunia tanpa tobat dahulu maka ia akan masuk neraka selama-lamanya, seseorang yang tidak bersih hati nuraninya maka ia termasuk orang yang murtad, yang paling mengherankan menurut kaum kawarij umat islam yang tidak masuk golongan mereka ialah kafir. Ironisnya sikap mereka lebih lunak terhadap kaum non muslim jika dibandingkan dengan umat muslim yang tidak segolongan dengan mereka.   
Kebanyakan penafsiran kaum kawarij terhadap al-Qur’an sangat kaku, contohnya nafi menganggap bahwa dalam ayat al-Qur’an hukuman 80 kali cambukan yang di tetapkan untuk kejahatan karena tuduhan zina yang salah kepada wanita yang suci (Q.24:4-5) hanya saja dipakai ketika seorang memfitnah adalah seorang wanita dan tidak untuk pria. Ada banyak sskali bukti bahwa banyak pemimpin-pemimpin kawarij yang berpengetahuan tinggi dan mampu membentuk opini dasar mengenai dokrin. Nafi bin al-Azraq dikatakan menjadi faqih yang luar biasa yang berarti teolog ia merupakan seoarang murid dari sahabat Abdullah bin Abbas dan telah menyusun sebuah karya yang berjudul Questions. [18] disamping itu terdapat ciri khas kaum khawarij ialah kedangkalan akan pengetahuan dari perbuatan yang akan mereka lakukan, mereka sangat keras dan berlebih – lebihan dalam berr ibadah, mereka punya keberanian yang sangat tinggi, menganggap remeh kehidupan duniawi, kesetiaan yang amat tinggi, anarkisme[19]          
Berikut Aliran teologis
a.         Seseorang yang telah berdosa besar tidak dianggap lagi muslim sehingga harus di bunuh. Mereka juga berpendapat bahwa orang muslim juga dianggap kaawafir jiks tidak mau membuuh muslim yang lain yang telah kafir
b.         Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka bila tidak mau bergabung dengan golongan mereka ia wajib diperangi karena hidup dalam negara musuh sedangkan golomgan mereka sendiri dianggap dalam negara islam
c.         Seseorang harus menghindari dari pemimpin yang menyeleweng
d.        Menyakini orang jahat akan masuk syurgga dan orang jaht akanmasuk neraka
e.         Wajib amar ma’ruf nahi mungkar
f.          Al-Qur’an adalah sebagai makhluk (diciptakan)
g.         Manusia bebas memutuskan  perbuatannya bukan dari tuhan
Berdasarkan gagasan tersebut kaum kawarij terpecah akibat perbedaan gagasan menjadi beberapa golongan yaitu sebanyak 20 golongan yang berlainan satu sama lain, 
Aliran –aliran Khawarij
Azariqah yang dipimpin oleh  Nafi’ ibn al-Azraq menurut mereka yang tidak sependapat dengan mereka adalah kafir termasuk anaknya, mereka tidak mengakui adanya hukum rajam karena tidak terdapat dalam al-Qur’an, hukuman perzinaan hanya berlaku bagi kaum wanita, [20] menyatakan kafir keppada orang yang tidak ikut berperang,
Najdah ialah pengikut Najdah Ibnu Amir kaum ini tidak mengkafirkan orang yang tidak ikut berperang, suka memaafkan orang yang tidak tahu mereka berpendapat bahwa agama itu kepada dua hal yaitu mengenal Allah dan Rasul serta mengakui apa – apa yang datang dari Allah dan pengharaman darah kaum muslimin dan pengharaman merampas harta kekayaan, menganggap dosa pendusta lebih besar dari dosa penzina[21]

Aliran Sufriyah, aliran ini di bawah pimpinan  Ziyad bin al-Ashfar menurut aliran ini orang-orang yang tidak ikut serta berperang selama mereka sejalan dalam pandangan agama dan keyakinan, aliran ini juga berrpendapat bahwa tidak di benarkan membunuh anak –anak dan mengkafirkan atau menyatakan merreka kekal dalam neraka. [22]      

D.    Pengaruh Aliran Khawarij Pada Era Globalisasi Saat Ini
Seepeerti apa yang sudah kita saksikan di beberapa mancca neggara di kejutkan dengan berbagai teror bom khususnya di indonesia, sejarah mencatat  pada tanggal 11 September 2001 WTC dan Pentagon America di bom oleh orang yang tak di kenal dan beeerselang setahun kemudian fihak dari al-Qaeda mengaku yang telah melakukan tindakan yang sangat mengerikan membuat  Amerika pun kebakaran jenggot dan dunia gempar. Karena mereka tak menyangka negara adikuasa yang demikian hebat dapat dipecundangi, dan  bagaimana dengan Indonesia  di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 dan para pelakunya juga dari orang yang taat menjalankan ibadah agama islam,  dalam sejarah Indonesia, bumi pertiwi ini sempat dipicingkan matanya oleh radikalitas DI/TII; membuat makar di tengah masyarakat dan memberontak karena ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Dan seperti kita ketahui hotel berbintang tujuh J.W. marriot beberapa dekade terakhir juga menjadi makanan bom teroris yang ada di indonesia bahkan sampai sekarang walaupun leadernya telah di hukum mati tetapi tetap saja pengikutnya masih ada dan melakukan berbagai cara untuk memperkuat barisannya demi menegakkan negara islam padahal di indonesia sudah lebih dari lima agama yang diakui oleh pemerintah.
Berrdasarkan penelusauran sejarah kekacauan yang di timbulkan oleh para pejuang islam  yang menyatakan berperang dengan kaum non islam demi menegakkan kalimah Allah dengan cara yang di laknat dunia ini maka di sini dapat kita melihat bahwasannya kaum kawarij masih meninggalkan alirannya yang dianutt oleh sekelompok umat islam saat ini yang  berasumsi bahwa semua orang yang tidak sepaham dengan merreka adalah kafir wajib di bunuh.


BAB III
PENUTUPAN
Maka berdasarkan pembahasan dimuka dapat kita menarik kesimpulan bahwa kaum kawarij muncul pada saat tampuk keppemimpinan Ali bin Abi Thalib karena tidak menerima tahkim yang sudah berjalan. Kaum ini secara terus meenerus melakukan pemberontakan mulai masa pada Ali bin Abi Thalib, Muawiyah,Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz, hingga pada akhirnya pada Abu Hamzah al –khariji.
Kaum ini yang banyak melahirkan pendapat yang ekstrim hingga terjadi perpeccahan didaalam kubu mereka yang menyebabkan munculnya berbagai golongan yaitu; Azariqah, Ibadyah, Syafariah dan Najjatpemikiran golongan ini berbeda-beda. Namun pada saat berperang dengan muawiyah mereka bersatu. Kaum Khawarij msdih meninggalkan pahamnya secara turn temurun daan berorganisasi hingga sampai saat ini yang menyebabkan keterangan akan kehadiran mereka di mancara negara sangat di takuti yang populer dengan sebutan Terroris yang di cetuskan oleh kelompok al – Qaeda
Saran
Berdasarkan uraian di atas maka dapat penulis menyarankan skepada pembaca sekalian agar dimanapun berada untuk dapat berwaspada dengan lingkungan baru karena kaum ini dapat menyusup dimanapun dan kapan pun jika pondasi agama kita tidak kuat maka kita akan terjeerumus dalam tindakan yang anarkis










DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Bin Sami.  Atlas Agama Islam, Jakarta Timur: Al-Mahira, 2009
Ahmad, Muhammad Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 1997
Amin, Munir, Samsul. Sejarah pendiddikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009
Hasan Ibrahim. Hasan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2003
Karim, M Abdul. Sejarah dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Publisher, 2007
Mahmudunnasir, Syed. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991
Mufrodi Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997
Projodikoro, HMS, Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam, Yogyakarta: Sumbangsih Offset Anggota IKAPI, 1977
Rahman Fazlur, Gelombang Perubahan Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grfindo Persada, 2000
Syalabi,  Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982  
Supriadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Cet X. Bandung: Pustaka Setia, 2008
Wijayanto, Munthaha, dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet. III. Yogyakarta: UII Yogyakarta, 1998
Yatim, Badri,  Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grfindo Persada, 1993


[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam  (Jakarta: PT Raja Grfindo Persada, 1993) hlm. 39
[2] Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern (Jawa Timur : UIN Pronorogo Press, 2009) hlm. 101
[3] Syed. Mahmudunasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991) hlm. 198
[4] Imam Muhamad, Abu Zahra,  Aliran dan Politik dan Aqidah Dalam Islam (Jakarta : Logos 1996) hlm. 63
[5] Hasan Ibrahim,  Sejarah dan Kebudayaan Islam. ( Jakarta: Kalam Mulia, 2003) hlm.188
[6] Projodikoro,  Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam. (Yogyakarta: Sumbangsih Offset Angggota IKAPI, 1977) hlm.7
[7] Ibid,..hlm. 11
[8] Hasan Ibrahim, Sejarah ., hlm.184
[9] M. Abdul Karim. Sejarah dan Peradaban Islam. (Yogyakarta: Pustaka Publisher, 2007) hlm.109
[10] Syed Mahmudunasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991) hlm. 201
[11] M. Abdul Karim, Sejarah dan., hlm.109
[12] Syalabi,  Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982) hlm. 322  

[13] Ibrahim Hasan, Sejarah ., hlm.202
[14]  Syalabi,  Sejarah .,  hlm. 330
[15]  Hasan Ibrahim Hasan Sejarah ., hlm. 206
[16]  M. Abdul Karim, Sejarah .,  hlm. 108
[17]  Imam Muhamad, Abu Zahra,  Aliran .,  hlm. 69
[18] Rahman Fazlur, Gelombang Perubahan Dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grfindo Persada, 2000) hlm.47
[19]  Syalabi,  Sejarah .,  hlm. 358
[20] Imam Muhamad, Abu Zahra,  Aliran .,  hlm. 79
[21] Hasan Ibrahim Hasan Sejarah ., hlm. 212
[22] Ibid., 217

Tidak ada komentar:

Posting Komentar